SATUQQ - Dalam rangka memperingati World Clean-up Day yang berlangsung pada 15 September, Greenpeace Indonesia melakukan audit sampah plastik di tiga pantai Indonesia. Tiga pantai tersebut adalah pantai Kuk Cituis (Tangerang), Pandansari (Yogyakarta), dan Mertasari (Bali).
Hasilnya, mereka menemukan 10.594 sampah plastik bekas kemasan produk dengan 797 merek berbeda. Untuk rinciannya, ada 594 merek makanan dan minuman, 90 merek produk perawatan tubuh, 86 merek kebutuhan rumah tangga, serta limbah produk lain termasuk puntung rokok 27 merek.
Menurut juru kampanye urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi, sebagian sampah plastik tampak sudah cukup lama terbuang di kawasan pantai yang disisir.
"Kami juga menemukan cukup banyak sampah plastik yang tidak lagi terlihat mereknya. Ini mengindikasikan bahwa sampah tersebut sudah lama terbuang dan berada di lingkungan tersebut," jelas Atha.
Menurut data Greenpeace Indonesia, produksi sampah di Indonesia mencapai 65 juta ton per tahun. Sebanyak 10,4 juta ton atau 16 persen merupakan sampah plastik. Dari 10,4 juta ton itu, sampah yang didaur ulang hampir 1 juta ton atau sekitar 9 persen dan yang dibakar sekitar 1,2 juta ton atau sekitar 12 persen.
Artinya, 8,2 juta ton atau 79 persen sampah plastik berakhir begitu saja di TPA maupun tempat umum seperti pantai. Greenpeace menilai situasi ini berbahaya, mengingat sampah plastik di laut bisa berubah menjadi mikroplastik yang mencemari dan termakan biota laut.
Seperti penelitian yang pernah dilakukan Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation (CSIRO), hampir di dalam seluruh tubuh penyu di Queensland, Australia, terkandung mikroplastik. Menurut penelitian tersebut, sampah plastik yang mengendap di dalam tubuh penyu memiliki kemungkinan kematian 50 persen lebih tinggi dari penyu secara normal.
Hal ini juga didukung dari penelitian lokal yang dilakukan oleh I Gede Hendrawan, Ph.D, pengajar Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali yang melakukan tinjauan dari Nusa Penida, Bali.
"Kami melakukan penelitian di Bali. Dari 50 sampel ikan, 80 persen diantaranya sudah terkontaminasi sampah plastik berjumlah 8 sampai 9 pieces setiap ekornya. Bahkan dari ikan yang tinggal di kedalaman 30 meter, itu juga terkontaminasi plastik," jelas Hendrawan di tempat yang sama.
"Ini menjadi mengerikan bagi kita semua. Ketika ikan terkontaminasi, toxic yang ada akan diakumulasi di dalam tubuh, kemudian di konsumsi manusia. Lalu manusia sebagai rantai makanan tertinggi, akan menyimpan kontaminan tersebut di dalam tubuh," sambungnya.
Untuk itu, Atha berharap produsen bertanggung jawab akan sampah plastik hasil produksinya sesuai dengan UU No. 18 tahun 2008 pasal 15 yang berbunyi, "Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang produksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam".
Ia juga berharap pemerintah dapat bersikap tegas terhadap para produsen seperti yang tertuang dalam undang-undang tersebut.
"Bila kebijakan perusahaan dan pemerintah hanya sebatas daur ulang dan menggunakan plastik ramah lingkungan, maka target Indonesia mengurangi 70 persen sampalh plastik di lautan pada 2025 hanyalah sekedar angan-angan," tuntas Artha.
BandarQ Domino QQ Poker Online Terbaik Dan Terpercaya