Istilah atau penulisan “Tahun Baru Imlek” hanya dikenal di Indonesia. Kata Imlek adalah bunyi dialek Hokkian yang berasal dari kata Yin Li (baca: IN LI) yang berarti “penanggalan bulan” alias lunar calendar.
Penanggalan China berdasarkan peredaran bulan di tata surya sehingga disebut dengan Yin Li. Sementara penanggalan yang kita kenal sekarang, dan dipakai luas seluruh dunia disebut dengan Yang Li di dalam bahasa Mandarin, artinya adalah “penanggalan matahari”.
Imlek dikenal juga dengan Nong Li (bacanya: nung li), yang artinya “penanggalan petani”, di mana hal ini bisa dimaklumi karena sebagian besar orang jaman dulu adalah petani.
Para petani tersebut mengandalkan kemampuan mereka membaca alam, pergerakan bintang, rasi bintang, bulan dan benda angkasa yang lain untuk bercocok tanam. Apalagi di China yang 4 musim, perhitungan tepat dan presisi harus handal untuk mendapatkan pangan yang cukup.
Perayaan Chinese New Year sebenarnya adalah perayaan menyambut musim semi yang disebut dengan Chun Jie (baca: jwen cie), yang artinya “menyambut musim semi”.
Musim semi disambut dengan sukacita karena musim dingin akan segera berlalu dan tibalah saat para petani untuk menanam lagi.
Tanaman yang ditanam terutama padi (di China selatan) dan kebanyakan gandum (China utara) serta tanaman pertanian lainnya. Karena mengandalkan alam untuk kehidupan mereka, menyambut datangnya musim semi merupakan tradisi yang dirayakan dengan meriah.
Perayaan ini mulai dikenal di jaman Dinasti Xia (sering ditulis Hsia juga, 2205 – 1766 SM). Setelah dinasti Xia runtuh, penanggalan Imlek selalu berubah sesuai dengan kemauan dinasti yang berkuasa. Biasanya yang diambil adalah waktu berdirinya dinasti tersebut.
Baru pada masa Dinasti Han (206 SM – 220 M), penanggalan dari Dinasti Xia diresmikan sampai sekarang dan tahun kelahiran Khonghucu ditetapkan sebagai tahun pertama.
Namun saat ini di China sendiri penulisan tahun yang berdasarkan tahun kelahiran Khonghucu sudah tidak umum lagi. Misalnya Imlek tahun ini adalah tahun 2568, sudah tidak lazim lagi. Tahun yang ditulis biasanya tahun 2017 saja.
Sementara itu, Taiwan juga memiliki standard penulisan tahun sendiri, yang dimulai dengan titik awal 1911 sebagai tahun nol, jadi tahun 2017 bisa jadi ditulis tahun 2006.
Tahun 1911 adalah tahun berdirinya Republic of China setelah dinasti terakhir, yaitu Dinasti Qing runtuh. Sampai hari ini di Taiwan masih ada banyak yang menggunakan “tahun ROC”.
Selain disebut Tahun Baru Imlek, banyak juga yang menyebutnya dengan Sincia, yang juga berasal dari dialek Hokkian, dari asal kata Xin Zheng, baca: sin ceng).
Kata Xin Zheng merupakan kependekan dari Xin Zheng Yue, “bulan pertama yang baru”, merujuk pada penulisan “bulan pertama” dalam penanggalan Imlek dituliskan Zheng Yue, dalam dialek Hokkian berbunyi Cia Gwe.
Ucapan Yang Salah Kaprah
Di media-media, baik cetak (koran, majalah, tabloid, dsb) dan elektronik mulai bernuansa merah sejak akhir minggu pertama Januari. Banyak penawaran diskon segala jenis barang, dari fashion, peralatan rumah tangga, elektronik, kendaraan dan lainnya.
Di sana sini terlihat tulisan “Gong Xi Fat Choi”, “Gong Xi Fat Chai”, “Gong Xi Fa Choi”, “Gong Xi Fa Cai”, “Happy Chinese Year”, dan sebagainya. Sebagian besar ucapan di media itu salah kaprah yang ngawur.
Ucapan Gong Xi Fa Cai (baca: kung si fa jai) secara harafiah berarti: “semoga anda kaya”, “wishing you a lot of fortune”.
Entah sejak kapan ucapan ini populer di Indonesia. Ucapan Gong Xi Fa Cai lebih populer di Hong Kong yang diucapkan di sana Kung Hei Fat Choi, yang merupakan bunyi “gong xi fa cai” dalam dialek Cantonese.
Di Indonesia kemudian sepertinya latah jadilah salah kaprah tubruk sana sini menjadi: “gong xi fat choi” atau “gong xi fa choi”.
Sebenarnya untuk menghindari kesalahan penulisan yang fatal, lebih baik menulis aksara kanjinya, jelas pasti benar dan terhindar dari kesalahan yang tidak perlu. Perhatikan saja, di mana-mana lebih banyak penulisan yang salah kaprah kacau balau. Di billboard, majalah, tabloid, kartu ucapan, koran-koran, televisi, dsb.
Ketika saya kecil tidak pernah terdengar ucapan “gong xi fa cai” seperti beberapa tahun belakangan ini. Di masa saya kecil itu, lebih sering terdengar ucapan: “kionghi, kionghi” atau “sin cun kiong hi” dan sesekali “thiam hok, thiam siu”.
Malahan di masa saya kecil, saya mengucapkannya: “tionghi, tionghi”, karena belum paham dan hanya mendengar orangtua yang mengucapkannya di antara teman-teman mereka. (Kesalahan yang sama seperti lagu Garuda Pancasila, “pribang-pribangsaku”, padahal seharusnya “pribadi bangsaku”).
“Kionghi” (gong xi), “sin cun kiong hi” (xin chung gong xi), “thiam hok thiam siu” (tian fu tian shou) semuanya berasal dari dialek Hokkian.
Dialek Hokkian sendiri pengaruhnya paling kuat di Indonesia dibandingkan dialek-dialek dari tempat lain seperti Tiociu, Hakka (Khek), Hokcia, dsb.
Mungkin lama-lama dirasa ucapan “sin cun kiong hi” (happy spring festival) kurang pas di Indonesia dan negara-negara yang tidak ada empat musim, ucapannya bergeser menjadi “gong xi fa cai”, atau mungkin tanpa disadari, bahwa standard dan ukuran sukses adalah materi, pelan-pelan ucapan “gong xi fa cai” lebih disukai.
Atau bisa jadi “terdengar dan terlihat lebih keren” dibandingkan “sin cun kiong hi”.
Sementara “thiam hok, thiam siu” dulu saja waktu saya kecil seingat saya tidak begitu sering terdengar, apalagi sekarang. Terjemahan bebasnya kurang lebih berarti banyak keberuntungan dan panjang umur.
Ucapan yang paling sederhana sebenarnya Xin Nian Kuai Le (baca: sin nien guai le) dan ini yang paling banyak terdengar di China, sering disingkat menjadi Xin Nian Hao (baca: sin nien hau), sesederhana ucapan: “happy new year” atau “selamat tahun baru”.
Tahun Baru Imlek Perayaan Agama atau Budaya?
Sejauh yang saya ingat, keluarga kami merayakan Tahun Baru Imlek sampai saat ini, masih banyak yang berpendapat bahwa perayaan Tahun Baru Imlek adalah milik agama Khong Hu Cu atau agama Buddha atau Sam Kau (tiga ajaran: Tao, Khong Hu Cu dan Buddhisme, lazim juga disebut Tri Dharma).
Kini mayoritas etnis Tionghoa di Indonesia adalah Nasrani (Katholik ataupun Protestan) dan sebagian lagi Muslim. Banyak di antara kaum Tionghoa yang Nasrani ataupun Muslim berpendapat sudah “tidak boleh” merayakan Tahun Baru Imlek.
Dalam beberapa kasus malah ada yang berpendapat bahwa perayaan Tahun Baru Imlek identik dengan penyembahan berhala karena banyaknya legenda, asal usul, cerita di balik tiap-tiap tradisi dalam rangkaian perayaan Tahun Baru Imlek.
Semua pendapat dan keyakinan sah-sah saja karena merupakan koridor dan domain pribadi yang paling pribadi, yang siapapun tidak berhak menggugatnya.
Namun sungguh disayangkan jika ada di sana sini yang mencerca bahwa perayaan Tahun Baru Imlek begini atau begitu. Menurut pemahaman dan keyakinan saya, perayaan Tahun Baru Imlek lepas dari urusan agama atau keimanan apapun.
Untuk saya dan keluarga, perayaan Tahun Baru Imlek adalah bagian dari budaya Tionghoa, yang kami dengan sadar ingin memeliharanya dan meneruskannya ke anak-anak dan keturunan kami.
Kepada semua yang merayakannya, kami mengucapkan:
Selamat Tahun Baru Imlek 2017
Sin Cun Kiong Hi
Xin Nian Kuai Le
Bandar Q Domino QQ Poker Online Terbaik Dan Terpercaya